Kamis, 22 Mei 2008

sekerat cinta untuk ibunda

Sekerat Cinta untuk Ibunda
"NAK tolong belikan sabun di warung sebelah ya, sayang…" pinta seorang ibu pada anaknya yang berusia lima belas tahun."Aah… ibu nyuruh terus dari kemarin," jawab si anak dengan nada ketusTak beberapa lama si anak pun pergi, masih dengan bersungut-sungut. Diraihnya uang yang sudah disiapkan sang ibu untuk membeli sabun tadi. Kesal, satu kata yang ada dalam dadanya. Agenda bermainnya terganggu karena harus melaksanakan permintaan sang ibu.Selang beberapa waktu si anak pun datang. Sembari menyerahkan pesanan sang ibu, si anak serta merta menyerahkan selembar kertas berisi beberapa daftar. Penuh tanda tanya sang ibu membaca.- beli sabun di warung Rp 1.000- jaga adik di rumah Rp 5.000- masak air minum Rp 1.500- mengantar ibu ke pasar Rp 2.500- menyeterika baju ibu Rp 2.000Jumlah Rp 12.000"Hanya pekan ini, Ma," tutur si anak.Sekuat tenaga, sang ibu menahan bulir bening yang sudah menggantung di matanya. Sesungging senyuman masih diusahakannya. Perlahan diambilnya secarik kertas dan ballpoint, ditulisnya dengan perlahan.- 9 bulan sepuluh hari di perut ibu Rp 0- dua tahun menyusu Rp 0- menggendong hingga 3 tahun Rp 0- mengganti popok & memandikan Rp 0- menyuapi sampai 6 tahun Rp 0- mengantar jemput sekolah Rp 0Jumlah Gratis"Ini untuk lima belas tahun, nak," masih dengan senyum, sang ibu menyelesaikan tulisannya. Sang ibu memang tak pernah mengatakan kalau apa-apa yang diberikannya adalah gratis. Sang ibu tak hendak mengatakan bahwa pengorbanannya adalah tanpa pamrih. Sang ibu tak hendak bertutur bahwa dia pun merasakan lelah. Kalau saja setiap diri ini senantiasa menyadari
Sahabat…Ingatkah kita, bahwa tangisan sehari semalam kita dibalas ibu kita dengan senyuman?Ingatkah kita, basah pipis kita dibalas ibu dengan tepukan lembut?Ingatkah kita, muntahan kita dibalas belaian lembut penuh kasih? Ingatkah kita, rontaan kita dibalas dekapan penuh hangat?
Sahabat…sadar atau tidak, sebagai anak seringkali segalanya kita perhitungkan untuk ibu kita. Belum lagi kita menukar pengorbanannya, kita tak jarang justru membuatnya menangis. Belum lagi diri ini membalas jasanya, kita sudah menghitung "jasa" kita yang tak sebanding dengan apa yang ibu lakukan
Sahabat…Kalau saja kita renungkan, adakah untaian doa dan laku pengabdian seorang anak pada ibu menjadi warna hari-hari yang telah kita lalui? Adakah ibu kita hadir dalam relung kalbu kita, dan doa-doa kita panjatkan untuk kebaikannya di dunia dan akhirat. Tak inginkah kita supaya Allah menghimpun kita dan ibu kita dalam jannah-Nya? Tak tahukah kita, bergetarnya rahim sang ibu bisa menggetarkan kerajaan-Nya? Adakah getaran itu karena tangis kebahagiaan atau kesedihan, tangis yang menentukan ridha atau tidaknya Sang Penguasa alam ini pada kita?
Sahabat….Mungkin benak ini sudah terlalu hapal, bait-bait sabda Rasul-Nya bahwa surga di bawah telapak kaki ibu. Tapi, sudahkan bait-bait kesejukan yang kita sampaikan pada pemilik surga di bawah telapak kakinya? Boleh jadi bait kata yang terangkai adalah bait dengusan kekesalan dan ketidakhormatan. Bait-bait penuh kelalaian bahwa ibu yang ada di hadapan adalah pemilik rahim yang kita pernah bernaung di dalamnya
Sahabat…Kalau saja seisi langit dan bumi kita persembahkan untuk ibu kita, itu tak akan pernah cukup untuk membalas satu tendangan kaki kita manakala berada dalam rahimnya. Jangankan seisi langit dan bumi, sekedar menyisihkan waktu untuk membahagiakannya pun seringkali luput. Seringkali harga pengabdian kita sebagai anak terlalu mahal.
Sahabat…Kalau kita amati gurat-gurat usia ibu kita, boleh jadi kitalah pemahat kerutan yang ada di wajahnya. Kenakalan dan ketidakhormatan kita pada ibu, meninggalkan bekas di hatinya. Pandangi rambutnya yang sudah memutih keperakan, memikirkan segalanya untuk kebaikan kita. Besar hatinya merasai setiap kesulitan kita. Adakah nikmat yang Allah berikan ini sudah kita syukuri?
Sahabat…Tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai lagi. Memulai hari-hari baru dengan semangat memuliakan ibu kita. Memulai mengisi lembar sejarah hidup ini dengan bakti pada pemilik doa bertuah. Tuturkan selembut-lembut kata yang menentramkan hatinya. Bijakkan setiap laku diri hingga menyejukkan matanya. Tak perlu menunggu waktu untuk mengazamkan bahwa detik ini adalah detik menuju pemuliaan ibu.
Sahabat…Masih ada waktu, untuk kita benahi sebelum datang masanya. Masa di mana tubuh meregang ruhnya, hingga tiada lagi kesempatan berbakti. Masa di mana berjuta alasan tak lagi bermakna, masa di mana tangisan tak lagi memiliki arti. Bukan lagi saatnya menunda memberi bakti terbaik pada ibu. Sampaikan salam penuh takzim padanya. Haturkan doa penuh ketulusan pada pemilik alam ini, karena Dia pula yang memiliki ibu kita. Bukan besok atau lusa, tapi sekarang. Sekarangkalah waktunya, sahabat……! Ribuan kilo jarak yang kau tempuh lewati rintangan untuk aku anakmuibuku sayang masih terus berjalanwalau tapak kaki penuh darah penuh nanahseperti udara kasih yang engkau berikantak mampu ku membalas ibu...ibuingin kudekap dan menangis di pangkuansampai aku tertidur bagai masa kecil dululalu doa-doa baluri sekujur tubuhkudengan apa membalas ibu...ibu(IBU, Iwan Fals)

Tidak ada komentar: